Islamedia - Di ruang tunggu sebuah bandara, seorang ibu muda terlihat tengah menunggu pesawat yang akan menerbangkan dirinya. Karena harus menunggu cukup lama, Ia memutuskan untuk membeli buku untuk dibaca.
Ia juga membeli sebungkus biskuit, sekadar untuk camilan dirinya disaat menunggu pesawat. Ia kemudian duduk di salah satu kursi di ruang tunggu VIP. Di kursi belakang, yang hanya dipisahkan oleh sebuah meja kecil yang diatasnya tersaji sebungkus biskuit, duduklah seorang pria.
Pria tersebut terlihat mulai membaca majalah. Ketika ibu muda mengambil biskuit dari bungkusan yang terletak di atas meja, pria tersebut mengambil sepotong juga. Si ibu muda merasa terganggu dengan perbuatan pria tersebut, namun Ia diam saja. Ia hanya bergumam, “Huh..menyebalkan! Ingin rasanya kutampar saja mukanya.”
Setiap Ibu muda tersebut mengambil sepotong biskuit, pria tersebut juga melakukan hal yang sama, sambil tersenyum kepada Ibu muda. Perbuatan pria tersebut benar-benar mengundang geram si Ibu muda...! Namun si Ibu muda tidak bereaksi ap-apa, Ia hanya menyimpan kedongkolannya dalam dada.
Ketika biskuit tersisa satu potong, si Ibu muda bergumam, “Coba saya ingin lihat apa yang akan dilakukannya...!”
Kemudian si Pria membelah biskuit tersebut. Ia mengambil separo dan mempersilahkan si Ibu muda untuk menikmati yang separohnya lagi. “Benar-benar keterlaluan...!” Gumam si Ibu Muda.
Kini, kekesalan si Ibu muda benar-benar memuncak. Ia segera mengemasi barang-barangnya dan meninggalkan tempat duduk tersebut, pindah ke ruang Keberangkatan (Boarding Room).
Ketika ibu sudah duduk di dalam pesawat, Ia membuka tas jinjingnya untuk mengambil kacamata. Betapa terkejutnya Ia, ternyata bungkusan biskuit miliknya masih ada di dalam tas jinjingnya dalam keadaan masih utuh. Ia kini menyesal, dan benar-benar merasa malu! Ia merasa bersalah, Ia mengira bahwa biskuit yang dimakan tadi bersama Pria tersebut adalah miliknya. Dan TERNYATA BUKAN.
Pria tadi membagi biskuit antara dirinya dan si Ibu muda TANPA Merasa marah, terganggu atau pun merasa rugi.
Sementara si Ibu muda merasakan sebaliknya. Ia merasa bahwa biskuit tersebut adalah miliknya yang telah diserobot oleh Pria tersebut, dan menyangka betapa si Pria tersebut telah berbuat kurang ajar kepada dirinya.
*****)I(*****
Empat hikmah yang bisa kita ambil dari kisah tersebut yang empat hal tersebut mungkin tidak dapat dirahi kembali, yakni :
Batu, pernahkah kita mencoba melempar batu ke lautan. Apakah batu tersebut dapat kita ambil kembali setelah kita lempar? Tidak kan!
Kata-kata, coba kita renungi perkataan kita setelah diucapkan, berapa banyak yang memberikan manfaat dan berapa banyak yang justru menyakiti lawan bicara kita. Kata-kata yang kita keluarkan tidak mungkin ditarik kembali, tidak mungkin utuk dihilangkan. Terlebih kata-kata tersebut bersifat menyakitkan, dampaknya terhadap lawan bicara adalah merasa tidak dihargai atau merasa direndahkan. Perbaikilah kata-kata kita sebelum kita berhadapan dengan lawan bicara, perbanyak berkata-kata penuh manfaat.
Kesempatan, jika kita mendapat kesempatan sebaiknya bersegeralah. Karena setelah berlalu, kita tidak mungkin mendapati kesempatan yang sama. Seperti dari kisah tersebut, setelah meninggalkan pesawat sang Ibu itu tidak pernah bertemu kembali untuk meminta maaf atas perbuatannya. Sifat manusia adalah selalu menyesal, menyesal setelah melalui kesempatan yang tak sedikitpun diraihnya dan yang paling buruknya mengulangi penyesalan tersebut dengan tidak meraih kesempatan yang lain.
Hikmah terakhir adalah waktu, kita tahu waktu yang kita miliki sungguh terbatas. Ketika manfaatkan waktu kita sepersikan detiknya untuk hal-hal yang baik dan memikirkan hal-hal yang baik pula. Karena, setelah berlalu tidak mungkin akan kembali. Waktu satu detik sangat berharga bagi pelari maraton jarak 100 meter. Namun diantara kita masih banyak yang belum memaknai kehebatan sang waktu, yang setiap detiknya telah menggerogoti nyawa kita yang kita tidak tahu kapan terakhir waktu itu ada dipenghujung usia kita.
Haris Dianto Darwindra
source: http://www.islamedia.web.id/2011/12/bandara-penuh-makna.html
0 ulasan:
Catat Ulasan